FROZEN SHOULDER
Laporan Kasus
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Frozen shoulder identik dengan capsulitis atau periarthritis sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan lingkup gerak (LGS) baik secara aktif maupun pasif pada seluruh pola gerak sendi glenohumeral, Callient (1997). Adanya rasa nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas, biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau melepas baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
Secara epidemiologi frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun. Dari 2-5 % populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai perempuan dibanding laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari penderita diabetus mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen shoulder (Sandor, 2004). Kasus frozen shoulder memiliki masalah yang komplek bila dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis karena terjadi keterbatasan gerak yang lebih berat dan prognosis kesembuhan yang lebih buruk dibandingkan dengan tendinitis dan bursitis (Calliet, 1991).
Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dan memelihara, meningkatkan dan memperbaiki kemampuan gerak dan fungsi. Berbagai modalitas dapat dipergunakan untuk menyelesaikan problematik frozen shoulder, salah satu modalitas yang dipakai adalah terapi latihan. Bentuk terapi latihan bermacam-macam dapat berupa latihan pasif, aktif, resisted yang diwujudkan dalam latihan pulley, shoulder wheel, shoulder leader, latihan Codman dll. Latihan yang cukup penting salah satunya adalah dengan latihan explosive power berupa latihan plyometrics (Kisner, 1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan fisiologi bahu
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone),humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984). Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks, yaitu:
1. Sendi Glenohumeralis
Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang humerus (caput humerus) dengan scapula (cavitas glenoidalis). Caput humerus berbentuk hampir setengah bola berdiameter 3 centimeter bernilai sudut 153° dan cavitas glenoidalis bernilai sudut 75º, keadaan ini yang membuat sendi tidak stabil. Adanya labrium glenoidalis, jaringan fibrocartilaginous dan menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi ini sedikit lebih stabil lagi. Ada 9 buah otot yang menggerakkan sendi ini, yaitu : m.deltoideus, m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres minor, m.latasimus dorsi, m.teres mayor, m.coracobracialis dan m.pectoralis mayor. m.deltoideus dan otot-otot rotator cuff (m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subscapularis, m.teres minor) tergolong prime mover (otot penting dalam memindahkan barang) dan fungsinya sebagai abduktor lengan.
Gerakan abduksi sendi Glenohumeralis dipengaruhi oleh rotasi humerus pada sumbu panjangnya. Dari posisi lengan menggantung ke bawah dan telapak tangan menghadap tubuh, gerakan abduksi lengan secara aktif hanya mungkin sampai 90° saja (bila dilakukan secara pasif bisa sampai 120°) dan gerakan elevasi selanjutnya hanya mungkin apabila disertai rotasi ke luar dari humerus pada sumbunya. Hal ini dilakukan agar turbeculum mayus humeri berputar ke belakang acromion, sehingga gerakan selanjutnya ke atas tidak terhalang lagi. Sebaliknya bila lengan berada dalam rotasi ke dalam, maka gerakan abduksi hanya mungkin sampai 60° saja.
2. Sendi Acromioclavicular
Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan extermitas acromialis clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya dihubungkan melalui suatu cakram yang terdiri dari jaringan fibrocartilaginous dan sendi ini diperkuat oleh ligamentum acromioclavicularis superior dan inferior. Pada waktu scapula rotasi ke atas (saat lengan elevasi) maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini akan menyebabkan elevasi clavicula. Elevasi pada sudut 30° pertama terjadi pada sendi sternoclavicularis kemudian 30° berikutnya terjadi akibat rotasi clavicula ini.
3. Sendi Sternoclavicularis
Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan extermitas sternalis clavicula. Kedua bagian tulang ini di dalam ruang sendinya juga dihubungkan melalui suatu cakram. Sendi ini diperkuat oleh ligamentum clavicularis dan costo clavicularis. Adanya ligamen ini maka sendi costosternalis dan costovertebralis (costa 1) secara tidak langsung mempengaruhi gerakan sendi glenohumeralis secara keseluruhan.
4. Sendi Suprahumeral
Sendi ini bukan merupakan sendi sebenarnya, tetapi hanya merupakan articulatio (persendian) protektif antara caput humeri dengan suatu arcus yang dibentuk oleh ligamentum coracoacromialis yang melebar. Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi glenohumeralis terhadap trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari caput humeri. Ligamen ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi lengan. Di dalam sendi yang sempit ini terdapat struktur-struktur yang sensitif yaitu: cursae subacromialis dan subcoracoideus, tendon m.supraspinatus, bagian atas kapsul sendi glenohumeralis, tendon m. biceps serta jaringan ikat.
Gambar 1 : anatomi shoulder join dilihat dari depan
Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi, (2). Compression/ kompresi, (3). Gliding.
- Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal).
2. Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi nyeri pada sendi,
3. Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007).
B. Tinjauan tentang Frozen Shoulder
1. Defenisi
Frozen shoulder merupakan istilah yang merupakan wadah untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif akibat capsulitis adhesive yang disebabkan adanya perlengketan kapsul sendi, yang sebenarnya lebih tepat untuk menggolongkannya dalam kelompok periarthritis (Sidharta, 1984). Dalam pendapat yang lain frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari (AAOS, 2000).
Gambar 2 : frozen shoulder
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :
- Primer/ idiopatik frozen shoulder
Merupakan frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.
2. Sekunder frozen shoulder
Merupakan frozen yang diikuti trauma yang berarti pada bahu misalnya fraktur, dislokasi, ataupun luka bakar yang berat meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
2. Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, cidera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson (AAOS, 2000). Menurut American Academy Of Orthopedic Surgeon (2000), teori yang mendasari terjadinya frozen shoulder adalah sebagai berikut :
- Teori hormonal
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60 % pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause.
2. Teori genetik
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar indentik pasti menderita pada saat yang sama.
3. Teori auto immun
diduga penyakit ini merupakan respon auto immun terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
3.Teori postur
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan postur tegap menyebabkan pemendekkan pada salah satu ligamen bahu.
Walaupun banyak peneliti sependapat bahwa immobilisasi merupakan faktor penting dari penyebab frozen shoulder sendi glenohumeral. Ada beberapa kondisi predisposisi yang lain, pertama usia pasien. Adhesive capsulitis tidak terjadi pada usia muda, tetapi sering pada usia pertengahan. Kedua, refleks spasme otot penting dalam perubahan fibrotic primer.
3. Patologi
Patologinya dikarakteristikan dengan adanya kekakuan kapsul sendi oleh jaringan fibrous yang padat dan selular. Berdasarkan susunan intra articular adhesion, penebalan sinovial akan berlanjut ke keterbatasan articular cartilago. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi sehingga terjadi perubahan kekentalan cairan tersebut yang menyebabkan penyusutan pada kapsul sendi, sehingga sifat ekstensibilitas pada kapsul sendi berkurang dan akhirnya terjadi perlekatan. Tendinitis bicipitalis, calcificperitendinitis, inflamasi rotator cuff, frkatur atau kelainan ekstra articular seperti angina pectoris, cervical sponylosis, diabetes mellitus yang tidak mendapatkan penanganan secara tepat maka kelama-lamaan akan menimbulkan perlekatan atau dapat menyebabkan adhesive capsulitis. Adhesive capsulitis dapat menyebabkan patologi jaringan yang menyebabkan nyeri dan menimbulkan spasme, degenerasi juga dapat menyebabkan nyeri dan dapat menimbulkan spasme.
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa.
Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.
Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang juga dapat menyebabkan perlekatan intra, ekstra selular pada kapsul dan ligamen, kemudian kelenturan jaringan menjadi menurun dan menimbulkan kekakuan. Semua organ yang disekeliling jaringan lunak, terutama tendon supraspinatus terlibat dalam perubahan patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral cenderung normal dari tendon bicep caput longum juga rusak (robek). Keterlibatan tendon bicep berpengaruh secara signifikan dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive capsulitis.
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
- Pain (Freezing) :
ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-36 minggu.
2. Stiffness (Frozen) :
ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
2. Recovery (Thawing) :
pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Problematik Frozen shoulder
Frozen shoulder merupakan gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS) pada sendi glenohumeral. Adanya rasa nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas. Biasanya nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi, menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang celana, mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau melepas baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi bahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
Sedangkan sifat keterbatasan frozen shoulder ditandai dengan : (1) mengikuti pola kapsular (capsular pattern), yang ditandai dengan gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas dari gerakan abduksi serta lebih terbatas lagi dari endorotasi. (eksorotasi > abduksi > endorotasi), (2) bukan pola kapsuler (non capsular pattern), yaitu keterbatasan gerak dan nyeri terjadi pada arah gerak tertentu, tergantung dari topis lesi, misalnya keterbatasan ke arah endorotasi atau abduksi saja (Heru Purbo Kuntono, 2007).
Problematika pada frozen shoulder berupa nyeri dan keterbatasan gerak akan menyebabkan keluhan pada keterbatasan fungsi berupa ketidakmampuan untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang, kesulitan memakai pakaian dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan fungsional yang lain yang melibatkan sendi bahu (Apley, 1993). Akibat selanjutnya penderita frozen shoulder akan mendapatkan hambatan dalam aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya.
BAB III
ANAMNESIS FISIOTERAPI
A. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Veteran Utara Makassar
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Agama : katolik
Tgl. Pemeriksaan : 10 Juli 2012
B. PHYSIOTHERAPY ASSESSMENT (CHARTS)
1. Chief of Complain
Keterbatasan gerak bahu kiri
2. History
- Sejak kapan terjadinya? ± 3 bulan yang lalu
- Apa penyebabnya? Tidak jelas, tiba-tiba saja
- Apakah ada riwayat trauma/jatuh? Ada, tapi ± 1 tahun yang lalu dan tidak mengenai pada bahu
- Sulit saat melakukan gerakan apa? Saat mengangkat tangan, jika dipaksa terasa nyeri
- Bagaimana rasa nyerinya? Nyeri tanjam
- Nyerinya menjalar atau tidak? Tidak menjalar, hanya di bahu
- Kegiatan sehari-hari apa? Aktivitas rumah tangga
- Apa yang dilakukan untuk mengurangi nyeri? Istirahat dan tidak menggerakkan bahu
- Sudah pernah ke dokter? Tidak pernah
- Sudah minum obat? Tidak
- Sudah periksa radiologi? Tidak pernah
- Sudah periksa laboratorium? Tidak pernah
- Bagaimana aktivitas sehari-hari anda? Sangat terganggu karena sulit mengambil barang yang berada diatas, sulit dalam berpakaian serta toileting
- Apakah ada riwayat tekanan darah tinggi? Tidak
- Apakah ada riwayat penyakit lain? Ada, DM ± 20 tahun
- Apakah ada keluhan lain selain itu? Ada, saat berjlan lama kedua tungkai terasa sedikit berat.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CM ( Kooperatif )
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
Pernapasan : 20 x/menit
3. Asimetris
a. Observasi
- Statis
* Wajah cemas,
* bahu kiri dan kanan simetris,
* oedem ( – )
- Dinamis
* Lengan pasien sebelah kiri kurang terayun saat berjalan
* Pasien terlihat kesakitan saat mengangkat lengan kiri dan ada keterbatasan gerak
b. PFD
1) Gerak Aktif
* Fleksi shoulder : sangat nyeri, ROM terbatas
* Ekstensi shoulder : sedikit nyeri, ROM terbatas
* Abduksi : nyeri, ROM terbatas
* Adduksi : sedikit nyeri, ROM terbatas
* Endorotasi : sangat nyeri, ROM terbatas
* Eksorotasi : nyeri, ROM terbatas
2) Gerak Pasif
* Fleksi shoulder : sangat nyeri, ROM terbatas
* Ekstensi shoulder : sedikit nyeri, ROM terbatas
* Abduksi : nyeri, ROM terbatas
* Adduksi : sedikit nyeri, ROM terbatas
* Endorotasi : sangat nyeri, ROM terbatas
* Eksorotasi : nyeri, ROM terbatas
3) Tes Isometrik Melawan Tahanan
* Fleksi shoulder : tidak nyeri
* Ekstensi shoulder : tidak nyeri
* Abduksi : tidak nyeri
* Adduksi : tidak nyeri
* Endorotasi : tidak nyeri
* Eksorotasi : tidak nyeri
c. Palpasi
* tidak ada peningkatan suhu, tidak ada swelling.
* Oedem (-)
* Kontur kulit : normal
4. Restrictive (Keterbatasan)
- ROM ® keterbatasan ROM semua gerakan
- ADL
Keterbatasan ADL berpakaian, dan toileting
3. Pekerjaan
Semenjak sakit pasien perlu batuan untuk melakukan pekerjaannya.
5. Tissue Impairment
Osteoarthrogen: gangguan pada kapsul ( capsulitis adhesive)
Musculotendinogen : kontraktur m. Pectoralis mayor
Psikogenik : pasien merasa cemas
6. Spesifik Tes
a. Pemeriksaan Psikis (MMSE)
Skor
24-30 : Normal
17-23 : probable gangguan kognitif
0-16 : definite gangguan kognitif
ITEM |
TES |
NILAI MAX |
NILAI |
|||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 |
ORIENTASI Sekarang ( tahun), ( musim), (bulan), ( tanggal), (hari) apa? Kita berasa dimana? ( negara), ( propinsi), ( kota), ( Rumah sakit), (lantai atau kamar) REGISTRASI Sebutkan 3 buah nama benda ( apel, meja, koin), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan cacat jumlah pengulangan. ATENSI dan KALKULASI Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU” ( nilai diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan : misalnya uyahw = 2 nilai) MENGINGAT KEMBALI Pasien disuruh menyebutkan kembali 3 nama benda di atas BAHASA Pasien disuruh menyebut nama benda yang di tunjukkan ( pensil, buku) Pasien disuruh mengulang kata-kata : “ namun”, “tanpa”, “bila” Pasien disuruh melakukan perintah: “ ambil kertas ini dengan tangan anda, lipat menjadi dua dan letakkan di lantai” Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “ pejamkan mata anda” Pasien di suruh menulis dengan spontan Pasien di suruh mengambar bentuk di bawah ini
|
5
5
3
5
3
2
1
3
1
1 1
|
5
5
3
5
3
2
1
3
1
1 1
|
|||
|
Total |
30 |
30 |
IP : tidak ada ganguan kognitif
b. Vas :
* Nyeri statis : 0 (tidak nyeri)
* Nyeri dinamis : 6,3
* Nyeri tekan : 3,4
c.Palpasi
* Ada nyeri tekan di bagian glenohumeral joint
d. Apley stretch test
1) Eksternal rotasi dan abduksi
Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis scapula sisi kontra lateral dengan tangan melewati belakang kepala.
IP : pasien tidak mampu karena nyeri
2) Internal rotasi dan adduksi
Pasien diminta untuk menyentuh angulus inferior scapula sisi kontra lateral, bergerak menyilang punggung.
IP: pasien tidak mampu karena nyeri
e. Tes Mosley
Tes ini bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan dari otot rotator cuff terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh mengabduksikan lengannya dalam posisi lurus secara penuh, kemudian pasien disuruh menurunkannya secara perlahan-lahan apabila pasien tidak bisa menurunkan dengan perlahan tapi lengan langsung jatuh berarti tes positif.
Hasil : pasien dapat menurunkan lengan secara perlahan, tidak ada robekan pada otot supraspinatus
f. Tes ROM Shoulder joint menurut ISOM
Shoulder |
Nilai normal |
S = 30o – 0o – 100o |
S= 60o – 0o – 165o |
F = 80o – 0o – 30o |
F= 170o – 0o – 45o |
R= 60o – 0o – 40o |
R= 100o – 0o – 70o |
g. Manual Muscle Testing
MMT |
Nilai |
Fleksor |
4 |
Ekstensor |
4 |
Abduktor |
4 |
Adduktor |
4 |
Internal rotator |
4 |
Eksternal rotator |
4 |
h. Muscle Length
Adanya kontraktur di m. Pectoralis mayor
i. Tes Activity Daily Living menggunakan Indeks ADL
Skala Penilaian :
Nilai
1 : Dapat melakukan tanpa bantuan.
2 : Dapat melakukan dengan bantuan.
3 : Tidak dapat melakukan
Indeks ADL |
Nilai |
Berpakaian |
2 |
Toileting |
2 |
7. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan Activity Daily Living ( ADL)bahu kiri akibat adhesive capsulitis (Frozen shoulder) sejak 3 bulan yang lalu.
Problem Fisioterapi :
Primer
- Stiffness pada shoulder joint kiri
sekunder
- Rasa cemas
- Nyeri
- Kontraktur m. Pectoralis mayor
- Keterbatasan ROM shoulder joint
kompleks
- Gangguan ADL (berpakaian dan toileting)
8. Program Fisioterapi
a. Tujuan
1) Tujuan Jangka Panjang
Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional bahu kiri
b. Tujuan Jangka Pendek
1) Mengurangi rasa cemas dan meningkatkan rasa percaya diri
2) Mengurangi nyeri
3) Mengurangi stiffness sendi
4) Mengurangi kontraktur m. Pectroralis mayor
5) Meningkatkan ROM shoulder joint
6) Memperbaiki ADL berpakaian dan toileting
9. Intervensi Fisioterapi
No |
Problem Ft |
Modalitas |
Dosis |
1
2. |
Rasa cemas
Adanya nyeri
|
Komunikasi terapeutik FT
Bio Energy
Interferensi
Friction |
F : 1 x/ hari I : Pasien fokus T : komunikasi T :5 menit
F : setiap hari I : high T : lokal area T : 10 menit
F : setiap hari I : 35 mA T : Kontraplanar T : 5 menit
F : setiap hari I : 30x hitungan T : sirkuler T : 90 detik |
3. |
adanya stiffness sendi |
Manual Therapy |
F : setiap hari I : 8x repetisi T : traksi translasi T : 3 menit |
4. |
Keterbatasan ROM shoulder joint |
Exercise Therapy |
F : setiap hari I : 8 hit, 8x repetisi T : Promex,Aromex T : 3 menit |
5. |
Kontraktur |
Exercise Therapy |
F : setiap hari I : 8x hitungan 5x repetisi T : stretching exercise T : 40 detik |
6. |
Gangguan ADL berpakaian dan toileting |
Exercise Therapy |
F : setiap hari I : 8 hit, 5x repetisi T : PNF T : 80 detik |
10. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah dilakukan fisioterapi 1 kali langsung di evaluasi. Selasa. 10 juli 20012.
Vas |
Nyeri statis : 0 (tidak nyeri) Nyeri dinamis : 4 |
ROM Shoulder joint
|
S = 30o – 0o – 120o F = 80o – 0o – 3o R= 60o – 0o – 40o |
Manual Muscle Testing
|
Fleksor : 4 Ekstensor : 4 Abduktor : 4 Adduktor : 4 Internal rotator : 4 Eksternal rotator : 4 |
Tes Activity Daily Living menggunakan Indeks ADL
|
Berpakaian : 2 Toileting : 2 |
11. Modifikasi
- PNF
- AFPR Shoulder kiri
12. Home Program
- Pasien disarankan untuk mengegerakkan lengan kirinya.
- Berikan kompres hangat selama 10 menit
- Latihan finger ladder/walking finger di dinding
12. Kemitraan
- Dokter Ortopedi
- Perawat
- Gizi Klinik